Kamis, 29 Oktober 2015

Persediaan

1. Pengertian Persediaan


Persediaan menurut Baridwan (2010,149) menunjukkan “Barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual”. Dalam perusahaan manufaktur persediaan barang yang dimiliki dapat terdiri dari :


a. Bahan baku dan penolong

Bahan baku adalah barang-barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang dengan mudah dapat diikuti biayanya. Sedangkan bahan penolong adalah barang-barang yang juga menjadi bagian dari produk jadi tetapi jumlahnya relatif kecil atau sulit diikuti biayanya. Misalnya dalam perusahaan mebel, bahan baku adalah kayu, rotan, besi siku. Bahan penolong adalah paku, dempul.


b. Supplies pabrik

Adalah barang-barang yang mempunyai fungsi melancarkan proses produksi misalnya oli mesin, bahan pembersih mesin.


c. Barang dalam proses

Adalah barang-barang yang sedang dikerjakan (diproses) tetapi pada tanggal neraca barang-barang tadi belum selesai dikerjakan. Untuk dapat dijual masih diperlukan pengerjaan lebih lanjut.


d. Produk selesai

Yaitu barang-barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan menunggu saat penjualannya.


Persediaan merupakan bagian utama dari modal kerja yang pada setiap saat mengalami perubahan. Besar kecilnya persediaan yang terdapat dalam perusahaan akan mempunyai efek langsung terhadap laba perusahaan. Kesulitan dalam penentuan besarnya persediaan akan dapat menekan laba perusahaan yang akan diperoleh.


2. Metode Pencatatan Persediaan Barang


Metode pencatatan persediaan barang menurut Baridwan (2010,150) dibagi menjadi 2 yaitu :


a. Metode Fisik

Penggunaan metode fisik mengharuskan adanya perhitungan barang yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Dalam metode ini mutasi persediaan barang tidak diikuti dalam buku-buku, setiap pembelian barang dicatat dalam rekening pembelian. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang maka harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Beban pokok penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung. Ada masalah yang timbul jika digunakan metode fisik, yaitu jika diinginkan menyusun laporan keuangan jangka pendek misalnya bulanan, yaitu keharusan mengadakan perhitungan fisik atas persediaan barang. Bila barang yang dimiliki jenisnya dan jumlahnya banyak, maka perhitungan fisik akan memakan waktu yang cukup lama dan akibatnya laporan keuangan juga akan terlambat. Tidak diikutinya mutasi persediaan dalam buku menjadikan metode ini sangat sederhana baik pada saat pencatatan pembelian maupun pada waktu melakukan pencatatan penjualan.


b. Metode Buku (Perpetual)

Dalam metode buku setiap jenis persediaan dibuatkan rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan. Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai untuk mencatat pembelian, penjualan dan saldo persediaan. Setiap perubahan dalam persediaan diikuti dengan pencatatan dalam rekening persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan. Penggunaan metode buku akan memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba rugi jangka pendek, karena tidak lagi mengadakan perhitungan fisik. Dibandingkan dengan metode fisik maka metode buku merupakan cara yang lebih baik untuk mencatat persediaan yaitu dapat membantu memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba rugi, juga dapat digunakan untuk mengawasi barang-barang dalam gudang.


3. Metode Penilaian Persediaan


Perubahan harga menjadi alasan kenapa metode penilaian persediaan menjadi penting. Metode penilaian persediaan menurut Prihadi (2011,248) ada 4 yaitu :


a. Metode Identifikasi Khusus

Metode ini digunakan pada kondisi yang sangat khusus dimana setiap produk dapat diidentifikasi secara jelas dan akurat, seperti komputer atau mobil dan harga produk mahal, seperti jam tangan rolex dan alat berat. Metode ini tidak cocok dengan identifikasi yang menyulitkan. Pada metode identifikasi secara khusus terjadi keharmonisan antara arus barang dan perhitungan biaya, dimana perhitungan biaya dapat dilakukan secara persis untuk setiap produk yang terjual.


b. Metode Rata-rata

Metode rata-rata adalah metode yang banyak dipakai karena tidak terlalu sensitif terhadap perubahan harga. Penggunaan metode ini akan menghasilkan laporan laba dan nilai persediaan di neraca yang moderat, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah dibandingkan dengan FIFO dan LIFO.


c. Metode FIFO (First In First Out)

Metode FIFO, masuk pertama keluar pertama, berangkat dari asumsi bahwa produk yang lebih awal masuk dianggap pertama keluar. Dengan demikian produk yang tertinggal di persediaan akhir adalah hasil pembelian lebih akhir. Metode ini adalah metode untuk penetapan beban pokok penjualan (COGS, cost of goods sold).


d. Metode LIFO (Last In First Out)

Metode LIFO, masuk terakhir keluar pertama, merupakan kebalikan dari FIFO. Dengan metode ini barang yang datang lebih akhir diasumsikan keluar pertama. Beban pokok penjualan mengambil barang lebih akhir, sedangkan sisa persediaan akhir menggunakan barang dari pembelian awal.


4. Rasio Perputaran Persediaan


Rasio perputaran persediaan mengukur perputaran persediaan dalam menghasilkan penjualan (Sudana:2011,22). Adapun rasio perputaran persediaan menurut Munawir (2013,77) adalah :


Perputaran persediaan = Beban Pokok Penjualan
                                                                             Rata-rata Persediaan


Turn over ini menunjukkan berapa kali jumlah persediaan barang dagangan diganti dalam satu tahun (dijual dan diganti). Dengan demikian, tingkat perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan bahwa tingkat penjualan yang tinggi bagi perusahaan. Dengan tingkat perputaran yang tinggi maka resiko kerugian dan biaya terhadap persediaan dapat diminimalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar